Foto Lahan Pekarangan Alm. Man Denan yang Sudah Tidak Menyisakan Bangunan Lagi (16/05/2020) |
Penuh cerita saat Saya dan teman-teman belajar mengaji di langgar Alm. Man Denan, panggilan lain Alm. Ustadz Adnan. Saya khawatir jika cerita ini tidak diabadikan melalui tulisan, bisa lekang oleh waktu.
Dalam hidupnya, sosok Alm. Man Denan disegani dalam masyarakat. Beliau adalah Khatib shalat Jum’at, pemimpin Munakib, dan Ustadz di Madrasah Miftahul Ulum di desa itu. Selain memiliki jiwa pengajar yang baik, ia memiliki jiwa pendidik yang baik. Sungguh guru ngaji yang tak terlupakan (-Pen).
Awal mula dibukanya langgar sebagai tempat mengaji (membaca alquran) sekitar tahun 1998 M. Alm. Man Denan yang sekaligus alumnus pondok pesantren Darul Ubudiyah Raudlatul Muta’alimin Surabaya itu mengajak Saya dan teman-teman mengaji di langgarnya.
Peristiwa itu terjadi saat dari kami hendak berangkat mengaji di masjid Baitul Mukmin. Saat itu, rumah Alm. Ustad Adnan memang sering dilalui orang bahkan bisa dibilang sebagai jalan alternatif menuju masjid. Saat itulah Saya dan teman-teman belajar di langgar beliau.
Saat itu Saya dan teman-teman masih sangat sedikit. Beberapa dari kami itu adalah Haris, Rosi, Hirul, Har, dan Ridho. Berjalannya waktu, teman-teman lain yang bergabung semakin hari semakin banyak. Ada tambahan Pandi, Muad, Rofiq, Muddin, Toyyib, Ndot, Firman, Slamet, Inul, Ibul, Ndin, Rouf, Saya, dan lainnya.
Dalam kurun waktu selama 10 tahun, dari tahun 1998 sampai 2008 M itu Saya dan teman-teman melalui waktu belajar mengaji dengan baik namun di masa-masa sakit beliau, jadwal mengaji sering diliburkan. Sebagai penggantinya, beliau meminta anaknya, Ustadz Mashur untuk mengajari kami mengaji.
Di langgar yang berkapasitas 20 orang itu mendapat pendidikan tidak hanya belajar membaca alquran namun juga mauidzah hasanah yang lebih menekankan pada akhlak menjalankan kehidupan sehari-hari.
Bergabungnya kami disana secara otomatis tergabung dalam Jam’iyah Manaqib di desa itu sekaligus melanjutkan ke anggotaan yang Alm. Man Denan pimpin. Manaqib biasa diadakan ketika ada tetangga di desa itu ada hajat dan ingin mengadakan acara Manaqib.
Saat mengaji disana, ada banyak kegiatan-kegiatan rutinan yang dijalankan sehingga tidak monoton belajar mengaji saja. Pada malam Minggu ada pembacaan Diba’, malam Senin belajar baca Manaqib, malam Kamis ada Burdah keliling tetangga, dan malam Jum’at istighasah.
Sementara acara rutinan Manaqib berdasarkan pada tanggalan Arab untuk malam 11 manaqib diadakan di Masjid Baitul Mukmin, malam 12 di rumah Rusdi, malam 15 di Bungur, malam 16 di rumah Jamina, dan malam 27 di rumah Abah toyyib.
Momen kebersamaan kami saat langgar mengalami renovasi. Kami seluruh murid Alm. Man Denan ikut membantu pembangunan langgar tanah. Yang kami lakukan bersama-sama saat itu adalah mengambil batu dan sirtu dengan menggunakan alat sederhana seperti cangkul, linggis, dan gerobak sebagai alat angkutnya.
Momen lainnya adalah saat musim kemarau. Kami mengambil air di sumber untuk mengisi kamar mandi yang letaknya berada di sebelah timur rumah Alm. Man Denan. Saat itu kami mengambilnya menggunakan alat manual menggunakan dirijen yang ditumpangi diatas sepeda.
Di akhir-akhir hayat beliau, ada 1 pesan dari guru ngaji yang tak terlupakan itu. Pesan yang saya inget hingga sekarang kurang lebihnya seperti ini :
“Hedeh Kabbhi ngajih edinna’ tadek sombengan pa apah. Tade’ se aberri’ deteng ka engko’ tekkah meskeh sabulen sekalean; Iya’ Man, rokok ghebei engko’ se ngajih edinna’. Iya’ Man, tang sombengan engko’ se ngajih edinna’ ghebei biaya listrik. Tapeh engko’ nje’ ta’ ngarep jiah.
Engko’ andi’ pesen, mun engko’ lah ade’ omor, dhuwe aghih engko’, keremi fatehah maghuh hedeh bedeh neng e jeu misallah neng e Jakarta, e sorbejeh, edimma’ah bheih. jhe’ sampe’ kalopaen tang pesen,”
Kami selaku murid Alm. Man Denan yang telah lama tutup usia itu tentu berdo’a semoga dosa-dosa dimapuni Allah dan semua amal shalihnya diterima serta ditempatkan yang terbaik.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar...